Sabtu, 03 November 2007

इन्दुस्त्री asuransi Indonesia

Industri Asuransi Indonesia
Dalam Prospektif
Kuliah umum Drs.Sonni Dwiharsono
di AKASTRI
Asuransi Sebagai Lembaga Keuangan Non-Bank juga dapat
memberikan proteksi atau jaminan sebagaimana yang
dilakukan oleh sektor perbankan dimana risiko-risiko tertentu
dapat ditutup dalam Asuransi Jaminan yang meliputi Asuransi
"Bonds " seperti Bid Bonds, Performance Bonds,dan lain sebagainya;
Asuransi Kredit yang berkenaan dengan jaminan atas pemberian
kredit; asuransi Deposito yang merupakan jaminan atas deposito
masyarakat perbankan.
Asuransi Ekspor yang memberikan jaminan atas ekspor seperti
tidak dibayarnya oleh importir dan lain sebagainya.
Dengan demikian jelas bahwa kegiatan perasuransian memberikan jasa proteksi kepada
masyarakat dalam hampir semua aspek kehidupannya baik sebagai individu maupun dalam
kehidupanusahanya dan melihat ruang lingkup kegiatan perasuransian diatas maka dapat
disimpulkan bahwa industri merupakan industri yang sangat tinggi tingkat spesialisasinya serta
membutuhkan tenaga-tenaga dengan latar pendidikan disemua disiplin ilum.
Perkembangan industri asuransi di Indonrsia tentunya terlepas dari perkembangan ekonomi
dan teknologi dalam kehidupan manusia, dimana dengan semakin terbatasnya sumber-sumber
kebutuhan manusia dalam usaha untuk meningkatkan kemakmurannya maka bertambah besar
usaha manusia untuk mendayagunakan sumber-sumber yang ada serta usaha untuk
mengamankan baik atas diri atau keluarga mereka serta harta miliknya dari peristiwa-peristiwa
yang dapat menimbulkan kerugian atau menyebabkan gangguan dalam mencapai tujuan hidup
mereka.
Sasaran utama pembangunan jangka pangjang Indonesia adalah terciptanya landasan kuat
bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkmbang atas kekuatan sendiri menuju masyarakat
adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang -Undang Dasar 1945 dan disadari bahwa
pembangunan ekonomi memerlukan dukungan investasi dalam jumlah yang besar yang
pelaksanaannya harus berdasarkan pada kemampuan sendiri dan oleh karena itu diperlukan
usaha yang sungguh-sungguh untuk mengerahkan dana investasi, khususnya yang bersumber
dari tabungan masyarakat.
Usaha persuransian sebagai salah satu lembaga keuangan non bank menjadi semakin
penting perananya, kerana dari kegiatan usahanya disamping memberikan proteksi kepada
masyarakat juga merupakan lembaga penghimpun dana yang bersumber dari penerimaan
premi asuransi dari masyarakat dimana dana ini dapat diinvestasikan pada sektor sektor yang
produktif dan aman serta diharapkan industri asuransi ini dapat semakin meningkatkan
pengerahan dana masyarakat ini untuk pembiayan pembangunan.
Dalam pada itu, kegiatan pembangunan tidak luput pula dari berbagai risiko yang dapat
mengganggu hasil pembangunan yang telah dicapai, sehubungan itu dibutuhkan kehadiran
usaha perasuransian yang tangguh yang dapat menampung kerugian yang dapat timbul oleh
adanya berbagai risiko.
Industri Asuransi Indonesia
Dalam Prospektif
Kuliah umum Drs.Sonni Dwiharsono
di AKASTRI
Kebutuhan akan jasa usaha perasuransian juga merupakan sarana finansiil dalam tat
kehidupan ekonomi rumah tangga, baik dalani menghadapi risiko finansiil yang timbul sebagai
akibat risiko yang mendasar, yaitu risiko alamiah datangnya kematian maupun dalam
menghadapi berbagai yang secara sadar atas harta benda dimilikinya.
Kebutuhan akan hadirnya usaha perasuransian yang dirasa kan oleh dunia usaha mengingat
disatu pihak terdapat berbagai risiko yang secara sadar dan rasional dirasakan dapat menggangu
kesinambungan kegiatan usahanya,dilain pihak dunia usaha seringkali tidak dapat
menghindarkan diri dari sistim yang memaksanya menggunakan jasa usaha perasuransian.
usaha perasuransian telah cukup lama hadir dalam perekonomian Indonesia dan berperan
dalam perjalanan sejarah bangsa berdampingan dengan sektor usaha lainnya; dan sejauh ini
kehadiran usaha perasuransian seringkali terlihat sejalan dengan perkembangan pembangunan
ekomoni yang semakin meningkat serta dalam rangkat pengamanan kepentingan masyarakat
atas hak milik maupun diri dan keluarganya.
Dalam era sepuluh tahun ini sedemikian pesatnya terlebih dengan telah diundangkannya
Udang-udang Asuransi nomor 2 tahun 1992 beserta peraturan pelaksanaannya baik ditingkat
Keputusan Presiden dan Keputusan Menteri Keuangan terutama perkembangan baik dalam
jumlah perusahaan maupun perolehan premi asuransinya pada perusahaan asuransi kerugian
perusahaan asuransi jiwa. perusahaan penunjang kegiatan perasuransian sedangkan dalam
bidang reasuransi jumlah perusahaannya relatif tetap akan tetapi perolehan premi asuransinya
meningkat dari tahun ke tahun.
Menghadapi hal-hal tersebut diatas disamping semakin merebaknya masalah globalisasi
serta liberalisasi ekomoni di berbagai negara termasuk Indonesia yang mau tiak mau akan
berpengaruh dalam dunia usaha termasuk industri asuransi di Indonesia maka usaha untuk
pengembangan sektor perasuransian semakin dibutuhkan ager bukan saja meningkatkan
kemampuan industri asuransi itu sendiri agar beroperasi dengan daya saing yang tinggi akan
tetapi juga usaha untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia-nya agar dapat
mengelola perusahaan deangan profesional.
Hal ini terlebih sangat dirasrkan oleh industri asuransi dimana secara langsung ataupun
tidak langsung terkait dengan perkembangan ekonomi Terknologi yang memberikan wawasan
lebih luas dengan jenis-jenis risiko yang ada maupun belum ada dewasa ini, kebutuhan sumber
daya manusia di dalam berbagai disiplin ilmu bertambah besar sehingga industri asuransi
harus memulai untuk memikirkan dan merencanakan bagaimana usaha-usaha penarikan
sumber daya manusia dismping mengembangkan mutu pendidikan dan manusianya agar
tidak saja memiliki gelar akademik atau gelar profesi akan tetapi juga mampu mengembangkan
seluruh potensinya demi kemajuan perusahaan dimana ia bekerja.
Melihat pada kondisi usaha perasuransian tersebut di atas khususnya yang berkaitan dengan
sumber daya manusianya pada dasarnya dapat disimpulkan bahawa "supply" dari sumber
daya manusia dengan later belakang pendidikan profesi maupun pendidikan akademik yang
berientasi kepada manajernen risika belum begitu berkembang sehingga untuk mengisi
kebutuhan sumber daya manusianya membutuhkan pendidikan ataupun latihan profes
tambahan baik non-gelar maupun gelar terutama apabila dikaitkan dengan pengembangan
karir untuk naik ke jenjang yang lebih tinggi bahkan dimungkinkan mencapai jenjang tertinggi
perusahaan dimana kesemuanya ini sangat terganting kepada kemampuan serta produktivitas
kerjanya.
PENUTUP
Dalam kehidupan manusia baik dalam kehidupan sosial maupun kehidupan usahanya dalam
usaha mencapai tujuannya selalu menghadapi risiko-risiko yang timubl akibat adanya
ketidakpastian dimasa mendatang dan sebagian besar risiko-risiko ini terjadi dapat
memnimbulkan kerugian finansiil maupunkerugian phiisik yang dapat mengganggu bahkan
menggagalkan pencapaian tujuan.
Keterbatasan dalam tenaga maupun kemampuan keuangan dalam mengelola risiko ini
maka dalam proses manajemen risiko pada umumnya perusahaan berusaha untuk
memindahkan risiko-risiko yang memiliki firiansiil yang cukup besar pada lembaga-lembaga
pengelola risiko seperti asuransi, kumpulan-kumpulan ataupun pada masyarakat.
Asuransi sebagai lembagai lembaga keuangan non bank yang kegiatan utamanya menerima
risiko dari masyarakat terutama risiko-risiko yang murni membutuhkan tenaga-tenaga yang
memiliki pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat
terutama kegiatan usahanya; dan dalam usaha untuk mengisi kebutuhan sumber daya manusia
dalam industri asuransi perlu kiranya lebih meningkatkan penyebarluasan kegiatan perasuransian
kepada lembaga-lembaga pendidikan akademik maupun pendidikan non-gelar.
Dalam usaha untuk menyimpulkan bagaimana peranan asuransi dalam kegiatan masyarakat
adn kegiatan usaha serta merupakan lembaga penghirnpun dana yang membantu dalam
pembangunan ekonomi mencakup hal-ahl sebagai berikut:
Satu
kebutuhan masyarakat dan atau dunia usaha dalam pengelolaan risiko terutama risiko
usaha sudah merupakan keharusan terutama dalam kegiatan usaha yang mempergunakan
ternologi tinggi dan proses pengelolan ini pada umumnya dilakukan melalui pendekatan
manajemen risiko;
dua
manajemen risiko merupakan salah satu pendekatan yang digunakan olehdunia usaha
dalam mengelola risiko melalui proses analisa risiko yang meliputi tahapan identifikasi dan
penilaian risiko serta pengawasan risiko yang meliputi tahapan asumsi risiko, pengabaian
risiko, pengurangan risiko, pembatasan risiko, pemindahan risiko dan menanggun sendiri
resiko.
ketiga
keterbatasan akan tenaga-tenaga ahli dalam bidang pengelolaan risiko serta terbatasnya
dana untuk menghadapi dampak finansiil akibat terjadinya kerugian karena timbuinya suatu
risiko terutama dalam kegiatan-kegiatan dimana nilai obyek yang terkena risiko cukup besar
serta pertimbangan ekonomis maka alternatif pemindhan risiko kepada pihan lain terutarna
kepada perusahaan asuransi merupakan alternatif yang terbaik.
keemapat
perusahaan asuransi sebagai lembaga pengelola risiko yang menerima risiko- risiko tertentu
(risiko yang dapat diasyransikan), mengingat ruang lingkup yang cukup luas maka pada dasanya
kegiatan perasuransian dibagai dalam dua kelompak utama yaitu pertanggungan (asuransi)
yang berkenaan dengan diri manusia yang dikenal dengan asuransi jiwa dan yang berknaan
dengan harta milik beserta kepentingan dan tanggungjawab hukumnya yang dikenal dengan
nama asuransi umun atau asuransi kerugian: dimana kedua jenis asuransi ini dapat bersifat
sukarela (komersiil) ataupun asuransi wajib (sosial) .
lima
asuransi jiwa yang berkenaan dengan diri manusia dalam kehidupannya sehari-hari terbagai
dalam asuransi kehidupan manusia (asuransi jiwa), asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,
annuitas dan asuransi pengangguran.
enam
asuransi umum atau asyransi kerugian meliputi berbagai jenis asuransi seperti asuransi
pengangkutan barang, asuransi rangka kapal, asuransi penerbangan, asuransi kebakaran,
asuransi kendaraan bermotor, asuransi kerekayasaan, asuransi kecelakaan pribadi, asuransi
penyimpanan surat berharga, asuransi pengiriman surat berharga, asuransi kaca, asuransi
gangguan usaha, asuransitanggung jawab hukum dan lain sebagainya.
tujuh
Usaha perasuransian yang mencakup semua segi kehidipan manusia menjadikan perusahaan
perasuransian bukan saja sebagai lembaga keuangannon bank yang menghimpun dana dari
masyarakat yang bersumber dari penerimaan premi dan memberikan proteksi dalam kegiatan
operasionalnya membutuhkan sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan dalam
berbagai disiplin ilmu baik sosial maupun ilmu eksakta.
delapan
mengingat perusahaan asuransi menerima risiko dari masyarakat bukan saja dalam jumlah
dan jenis yang besar menyebabkan perusahaan asuransi membutuhkan dukugan kapasitas
penutupan maka perusahan asuransi baik asuransi jiwa maupun asuransi kerugian membutuhkan
dukungan perusahaan reasuransi sebagai penanggung ulang (reasuransi); demikian pula dalam
kegiatan operasionalnya membutuhan perusahaan penujang kegiatan perasuransian seperti
agen asuransi, pialang asuransi, pialang reasuransi, konsultan aktuaria, perusahaan penilai
kerugian dan lain sebagainya.
sembilan
perusahaan asuransi sebagai lembaga keuangan non bank yang menghimpun dana dari
masyarakat melalui penerimaan premi asuransi maka dalam usaha untuk dapat membayar
kewajiban-kewajibannya serta memperoleh keuntungan maka disamping dari penerimaan premi
yang wajar juga dari kegiatan investasi atas dana yang bersumber dari premi asuransi itu
dalam berbagai bidang yang diatur dalam ketentuan-ketentuan baik perundang-undangan.
Keputuan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan dan Keputusan atau edaran lainnya, dengan
hasil investasi ini diharapkan akan lebih meningkatkan keuntungan persahaan ataupun untuk
menutup kewajiba-kewajiban yang tidak cukup didanai dari penerimaan operasionalnya.
kesepuluh
mengingat kegiatan perasuransian menyangkut kehidpan orang banyak serta usaha agar
hak-hak masyakat terjamin maka Pemerintah perlu untuk malakukan pengawasan dan
pembinaan baik teknir maupun keuangan pada industri asuransi melalui Direktorat Asuransi,
Direktorat Lembaga Keuangan, Departeman Keuangan.
kesebelas
dalam rangka untuk lebih mengkokong kegiatan industri maka telah dikeluarkan Undang-
Undang Asuransi, Keputusan Presiden, Menteri Keuangan serta Edaran-edaran yang mengatur
industri dibibang operasioal, teknis perasuransian dan keuangannya.
duabelas
kediatan perasuransian bukan saja berkembang sejalan dengan perkembangan ekonomi
maupun kehidupan masyarakat serta perkembangan ternologi, akan tetapi juga berkembang
sejalan dengan perubahan alamiah lingkugan sehingga jenis-jenis risiko yang dihadapi makin
luas dan makin banyak ragamnya sehingga membutuhkan tenaga-tenaga disemua bidang
ilmu danhal ini membuka peluang lapangan kerja yang lebih luas dan lebih beragam bagi
masyarakat dan memberikan tantangan yang lebih besar dalam pengembangan karir.
Memahami kondisi serta hal-hal tersebut diatas maka pernan asuransi dalam kehidupan
masyarakat sudah demikian pentingnya terutama di dalam dunia usaha yang meliputi hampir
semna aspek kehidupan dan kegiatan manusia dalam usaha untuk memberikan proteksi serta
penghimpun dan yang dibutuhkan dalam pembangunan ekonomi dan terlebih dari itu membuka
pelung kesempatan kerja yang luas sekali kerana mambutuhkan sumber daya manusia dengan
berangam disiplin ilmu terutama disiplin ilmu asuransi.

ProgramJaminanKecelakaanDiridanKematiandalamHubunganKerja

1
PERGUB DKI 82/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PROGRAM
JKDK : SEBUAH TINJAUAN HUKUM
Oleh : Fajar Kurniawan*
Pendahuluan
12 Juli 2004 silam, telah ditetapkan Peraturan Daerah Propinsi DKI Jakarta No. 6
Tahun 2004 tentang Ketenagakerjaan. Pada Bagian Keempat mengenai Jaminan Sosial
disebutkan bahwasanya setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh
jaminan sosial tenaga kerja, yang ini diberikan baik dalam hubungan kerja maupun di
luar hubungan kerja (vide Pasal 63 Perda No. 6/2004).
Mengenai jaminan sosial dalam hubungan kerja, Perda ini membaginya ke dalam
tiga jenis, yaitu:
a. Untuk waktu tertentu terdiri dari jaminan kecelakaan kerja dan jaminan
kematian;
b. Untuk waktu tidak tertentu terdiri dari jaminan kecelakaan kerja, jaminan
kematian, jaminan hari tua dan jaminan pemeliharaan kesehatan; dan
c. Untuk di luar jam kerja terdiri dari jaminan kecelakaan diri dan jaminan
kematian. (vide Pasal 64 ayat (2)).
Yang kemudian, jaminan untuk waktu tertentu dan untuk di luar jam kerja akan diatur
kemudian dalam Keputusan Gubernur (vide Pasal 64 ayat (4)). Sedangkan, stressing
dalam tulisan ini adalah jaminan sosial dalam hubungan kerja untuk di luar jam kerja.
Atau yang disebut sebagai Program Jaminan Kecelakaan Diri dan Kematian dalam
Hubungan Kerja untuk di Luar Jam Kerja atau Program JKDK.
JKDK : Dasar Hukum dan Ruang Lingkup
* Urusan Advokasi dan Kebijakan Publik DPN APINDO
2
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 64 Perda No.6/2004 maka pengaturan mengenai
Program JKDK dituangkan dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 82 Tahun 2006
tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Jaminan Kecelakaan Diri dan Kematian Kerja
dalam Hubungan Kerja untuk di Luar Jam Kerja (JKDK) (Selanjutnya disebut dengan
Pergub 82/2006).
Pasal 1 angka 11 Pergub 82/2006 mendefinisikan Program JKDK sebagai asuransi
perlindungan bagi pekerja/buruh atas risiko kecelakaan diri dan kematian untuk di luar
jam kerja bagi pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan. Adapun perusahaan,
berkewajiban untuk mengikutsertakan pekerja/buruhnya dalam Program JKDK ini.
Selain mewajibkan perusahaan mengikuti Program JKDK, lebih lanjut disebutkan bahwa
setiap perizinan, pengesahan maupun pendaftaran yang dikeluarkan oleh Dinas Tenaga
Kerja dan Transmigrasi, harus mempersyaratkan adanya bukti kepesertaan Program
JKDK. (Pasal 2 ayat (2) dan (3) Pergub 82/2006).
Pekerja yang diikutsertakan dalam Program JKDK, menurut Pergub ini adalah
mereka yang bekerja dalam hubungan kerja waktu tidak tertentu dan waktu tertentu, serta
pekerja/buruh harian lepas dan borongan. Program JKDK dijalankan dengan cara
mempertanggungkan pekerja/buruh pada Perusahaan Asuransi (Pasal 3 ayat (1) dan (2)
Pergub 82/2006).
Pergub 82/2006 : Aspek formil dan materiil
Berdasarkan aspek formil Pergub 82/2006 ini ditetapkan berdasarkan delegasi
wewenang dalam peraturan perundangan di atasnya (Perda 6/2004). Sehingga
berdasarkan prinsipnya, pergub dapat memuat ketentuan-ketentuan hukum dan atau
3
aturan-aturan hukum yang bersifat mengikat umum. Hal inilah yang jelas terlihat di
dalam pergub di atas.
Sebagaimana dijelaskan di atas, pergub ini mewajibkan perusahaan untuk
mengikutsertakan pekerja/buruhnya dalam Program JKDK dan bahkan kegiatan
pencatatan maupun pendaftaran di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi mewajibkan
dilengkapinya formulir atau keterangan mengenai pelaksanaan Program JKDK.
Berdasarkan kondisi ini, dapat kita simpulkan bahwasanya program JKDK merupakan
program asuransi wajib. Namun demikian, ada hal lain yang seharusnya diperhatikan
oleh pejabat/instansi yang mengeluarkan Pergub ini, yaitu ketentuan perundangan di
atasnya.
Berdasarkan prinsipnya, pergub merupakan bentuk delegasi wewenang dari
peraturan di atasnya yaitu Perda DKI Jakarta 6/2004. Akan tetapi, substansinya tetap
tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi. Lex superior
derogat legi inferior, yang bermakna manakala peraturan yang lebih rendah bertentangan
dengan peraturan di atasnya, maka demi hukum yang berlaku adalah peraturan di atasnya.
Atau dengan kata lain, peraturan perundang-undangan yang dimenangkan adalah
peraturan perundang-undangan di atasnya.
Mengenai diwajibkannya program JKDK berdasar pergub, maka terhadap hal ini
perlu dilihat peraturan di atasnya dalam hal ini Undang-Undang No. 2 Tahun 1992
tentang Usaha Perasuransian (UU 2/1992). Pasal 1 angka 3 UU 2/1992 menyebutkan
bahwa yang termasuk program asuransi wajib adalah program asuransi sosial yang
diselenggarakan secara wajib berdasarkan suatu Undang-Undang dengan tujuan untuk
memberikan perlindungan dasar bagi kesejahteraan masyarakat. Sehingga, berdasarkan
4
ketentuan ini, maka program JKDK sebagaimana diatur di dalam pergub a quo bukan
merupakan program asuransi yang wajib dilaksanakan. Karena hal demikian hanya dapat
diwajibkan bila diatur oleh suatu ketentuan Undang-Undang khusus untuk itu dan dengan
tujuan untuk memberikan perlindungan dasar bagi kesejahteraan masyarakat serta bukan
melalui Peraturan Gubernur.
Hal ini diperkuat dengan adanya Surat Direktur Asuransi Departemen Keuangan
Republik Indonesia Nomor S. 3162/LK/2004 Perihal Keabsahan Ketentuan tentang
Asuransi Kecelakaan Diri di Luar Jam Kerja yang merupakan jawaban atas surat DPK
APINDO Jakarta Pusat nomor 146/DPP-DKI/JP/7-2004 perihal yang sama, menegaskan
bahwa asuransi yang bersifat wajib harus diatur dalam bentuk Undang-Undang.
Keadaan di atas menunjukkan bahwa pergub a quo tidak memperhatikan asas
“kesesuaian antara jenis dan materi muatan”. Karena tidak benar-benar memperhatikan
materi muatan yang tepat dengan jenis peraturan perundang-undangannya (Mewajibkan
program asuransi dalam pergub).
Hal lainnya adalah, bahwa pergub a quo tidak memenuhi salah satu kaidah/asas
pembentukan peraturan perundang-undangan yang harus dipenuhi yaitu “dapat
dilaksanakan” (Pasal 5 huruf d Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan). Yang dimaksud “dapat dilaksanakan”
adalah pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas
peraturan perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis,
yuridis, maupun sosiologis. Yang terjadi adalah justru sebaliknya, dunia usaha justru
merasa berkeberatan dengan aturan bahwa Program JKDK merupakan program asuransi
yang wajib dilaksanakan. Karena, hal demikian justru dapat membebani dan mengurangi
5
daya saing perusahaan. Mengingat perusahaan telah mengikuti program asuransi lain di
luar yang telah ditentukan dalam pergub a quo.
Penutup
Tentunya, kita tidak menutup mata terhadap segala upaya yang perlu dan harus
dilakukan dalam rangka memenuhi kesejahteraan pekerja/buruh dan sekaligus
melindungi kepentingan pengusaha. Namun di atas semua itu, ketertiban dan kepastian
hukum menjadi satu kebutuhan tersendiri yang harus dipenuhi guna mendukung upayaupaya
penciptaan hubungan industrial yang harmonis.
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan.
Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 6 Tahun 2004 tentang
Ketenagakerjaan.
Peraturan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 82 Tahun 2006
tentang Petunjuk Pelaksanaan Jaminan Kecelakaan Diri dan Kematian dalam
Hubungan Kerja untuk di Luar Jam Kerja.
Buku
Soehino, Hukum Tata Negara Teknik Perundang-Undangan, Liberty : Yogyakarta,
1981.

पेंगेर्तियन dan Prinsip Resiko

PENGERTIAN DAN PRINSIP RISIKO
Dalam kehidupan sehari-hari sering kita dengar istilah ‘risiko’. Berbagai macam risiko,
seperti risiko kebakaran, tertabrak kendaraan lain di jalan, risiko terkena banjir di musim
hujan dan sebagainya, dapat menyebabkan kita menanggung kerugian jika risiko-risiko
tersebut tidak kita antisipasi dari awal. Pertanyaan selanjutnya adalah, apa sih pengertian
dari ‘risiko’, terutama dalam asuransi?
Apa itu ‘risiko’?
Pengertian ‘risiko’ dalam asuransi adalah “ketidakpastian akan terjadinya suatu
peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian ekonomis”.
Apa saja bentuk-bentuk risiko itu?
Bentuk-bentuk risiko antara lain risiko murni, risiko spekulatif, risiko partikular
dan risiko fundamental.
Resiko murni adalah risiko yang akibatnya hanya ada 2 macam: rugi atau break
even, contohnya pencurian, kecelakaan atau kebakaran. Resiko spekulatif adalah
risiko yang akibatnya ada 3 macam: rugi, untung atau break even, contohnya judi.
Resiko partikular adalah risiko yang berasal dari individu dan dampaknya lokal,
contohnya pesawat jatuh, tabrakan mobil dan kapal kandas. Sedangkan risiko
fundamental adalah risiko yang bukan berasal dari individu dan dampaknya luas,
contohnya angin topan, gempa bumi dan banjir.
MANAJEMEN RISIKO
Sebagai suatu organisasi, perusahaan pada umumnya memiliki tujuan dalam
mengimplementasikan manajemen risiko. Tujuan yang ingin dicapai antara lain adalah :
mengurangi pengeluaran, mencegah perusahaan dari kegagalan, menaikkan keuntungan
perusahaan, menekan biaya produksi dan sebagainya.
Apa itu ‘manajemen risiko’?
Manajemen risiko adalah proses pengelolaan risiko yang mencakup identifikasi,
evaluasi dan pengendalian risiko yang dapat mengancam kelangsungan usaha atau
aktivitas perusahaan.
Apa saja tahap-tahap dalam manajemen risiko?
Tahap-tahap yang dilalui oleh perusahaan dalam mengimplementasikan
manajemen risiko adalah mengidentifikasi terlebih dahulu risiko-risiko yang
mungkin akan dialami oleh perusahaan, setelah mengidentifikasi maka dilakukan
evaluasi atas masing-masing risiko ditinjau dari severity (nilai risiko) dan
frekuensinya. Tahap terakhir adalah pengendalian risiko. Dalam tahap
pengendalian risiko dibedakan menjadi 2 yakni pengendalian fisik (risiko
dihilangkan, risiko diminimalisir) dan pengendalian finansial (risiko ditahan,
risiko ditransfer).
Menghilangkan risiko berarti menghapuskan semua kemungkinan terjadinya
kerugian misalnya dalam mengendarai mobil di musim hujan, kecepatan
kendaraan dibatasi maksimum 60 km/jam. Meminimasi risiko dilakukan dengan
upaya-upaya untuk meminimumkan kerugian misalnya dalam produksi, peluang
terjadinya produk gagal dapat dikurangi dengan pengawasan mutu (quality
control). Menahan sendiri risiko berarti menanggung keseluruhan atau sebagian
dari risiko, misalnya dengan cara membentuk cadangan dalam perusahaan untuk
menghadapi kerugian yang bakal terjadi (retensi sendiri). Sedangkan
pengalihan/transfer risiko dapat dilakukan dengan memindahkan kerugian/risiko
yang mungkin terjadi kepada pihak lain, misalnya perusahaan asuransi.
ASURANSI
Asuransi adalah salah satu bentuk pengendalian risiko yang dilakukan dengan cara
mengalihkan/transfer risiko dari satu pihak ke pihak lain dalam hal ini adalah perusahaan
asuransi.
Apa pengertian dari asuransi?
Menurut KUHD pasal 246 disebutkan bahwa “asuransi atau pertanggungan
adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri
kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk penggantian
kepadanya karena suatu kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan
yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tentu”.
Pengertian asuransi yang lain adalah merupakan suatu pelimpahan risiko dari
pihak pertama kepada pihak lain. Dalam pelimpahan dikuasai oleh aturan-aturan
hukum dan berlakunya prinsip-prinsip serta ajaran yang secara universal yang
dianut oleh pihak pertama maupun pihak lain.
Dari segi ekonomi, asuransi berarti suatu pengumpulan dana yang dapat dipakai
untuk menutup atau memberi ganti rugi kepada orang yang mengalami kerugian.
Apa manfaat dari asuransi?
Disamping sebagai bentuk pengendalian risiko (secara finansial), asuransi juga
memiliki berbagai manfaat yang diklasifikasikan ke dalam : fungsi utama, fungsi
skunder dan fungsi tambahan.
Fungsi utama asuransi adalah sebagai pengalihan risiko, pengumpulan dana dan
premi yang seimbang. Fungsi skunder asuransi adalah untuk merangsang
pertumbuhan usaha, mencegah kerugian, pengendalian kerugian, memiliki
manfaat sosial dan sebagai tabungan. Sedangkan fungsi tambahan asuransi adalah
sebagai investasi dana dan invisible earnings.
Apakah semua risiko dapat diasuransikan?
Tidak semua risiko dapat diasuransikan. Resiko-risiko yang dapat diasuransikan
adalah : risiko yang dapat diukur dengan uang, risiko homogen (risiko yang sama
dan cukup banyak dijamin oleh asuransi), risiko murni (risiko ini tidak
mendatangkan keuntungan), risiko partikular (risiko dari sumber individu), risiko
yang terjadi secara tiba-tiba (accidental), insurable interest (tertanggung memiliki
kepentingan atas obyek pertanggungan) dan risiko yang tidak bertentangan
dengan hukum.
PRINSIP DASAR ASURANSI
Dalam dunia asuransi ada 6 macam prinsip dasar yang harus dipenuhi, yaitu insurable
interest, utmost good faith, proximate cause, indemnity, subrogation dan contribution.
Insurable interest
Hak untuk mengasuransikan, yang timbul dari suatu hubungan keuangan, antara
tertanggung dengan yang diasuransikan dan diakui secara hukum.
Utmost good faith
Suatu tindakan untuk mengungkapkan secara akurat dan lengkap, semua fakta
yang material (material fact) mengenai sesuatu yang akan diasuransikan baik
diminta maupun tidak. Artinya adalah : si penanggung harus dengan jujur
menerangkan dengan jelas segala sesuatu tentang luasnya syarat/kondisi dari
asuransi dan si tertanggung juga harus memberikan keterangan yang jelas dan
benar atas obyek atau kepentingan yang dipertanggungkan.
Proximate cause
adalah suatu penyebab aktif, efisien yang menimbulkan rantaian kejadian yang
menimbulkan suatu akibat tanpa adanya intervensi suatu yang mulai dan secara
aktif dari sumber yang baru dan independen.
Indemnity
Suatu mekanisme dimana penanggung menyediakan kompensasi finansial dalam
upayanya menempatkan tertanggung dalam posisi keuangan yang ia miliki sesaat
sebelum terjadinya kerugian (KUHD pasal 252, 253 dan dipertegas dalam pasal
278).
Subrogation
Pengalihan hak tuntut dari tertanggung kepada penanggung setelah klaim dibayar.
Contribution
Sedangkan adalah hak penanggung untuk mengajak penanggung lainnya yang
sama-sama menanggung, tetapi tidak harus sama kewajibannya terhadap
tertanggung untuk ikut memberikan indemnity

Masalah Asuransi Kecelakaan

MASALAH ASURANSI KECELAKAAN
DI LUAR JAM KERJA DAN HUBUNGAN KERJA
DI PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
Masih seputar Asuransi Kecelakaan Di Luar Jam Kerja Dan Hubungan Kerja yang
penggalakkan “penegakkannya” semakin marak akhir-akhir ini. Peringatan baik lisan
ataupun tertulis yang disampaikan oleh pihak Suku Dinas selalu menyatakan bahwa
ketidakikutsertaan Perusahaan ke dalam AKDHK sebagai bentuk pelanggaran pidana
yang diancam dengan hukuman pidana. Bahkan beberapa Perusahaan Anggota luar
biasa DPN APINDO mendapatkan surat panggilan guna pemeriksaaan penyidikan dugaan
tindak pidana pelanggaran karena tidak mau melaksanakan program AKDHK. Padahal
perusahaan-perusahaan tersebut sudah mempunyai program sejenis dengan kualitas
yang lebih baik bagi karyawannya. Praktek pemaksaaan semacam ini yang sering
membuat banyak perusahaan bingung, pasalnya jika memang tujuannya ingin
mensejahterakan karyawan dan Perusahaan sudah memberikan program yang lebih baik,
kenapa harus tetap “dipaksa” ikut program yang standarnya lebih rendah ?
DPN APINDO sendiri secara tegas juga telah menyatakan bahwa program AKDHK tidak
sah karena seharusnya program semacam itu harus berdasarkan Undang-Undang bukan
Peraturan Daerah. Terlepas dari sah tidak sahnya pengaturan AKDHK tersebut, jika kita
melihat dalam Perda No. 6 Tahun 2004 tentang Ketenagakerjaan, “pelanggaran” terhadap
AKDHK sebenarnya bukan lagi merupakan tindak pelanggaran pidana sebagaimana
diatur dalam Perda No. 7 tahun 1989 tentang Ketentuan Penyelenggaraan Kesejahteraan
Pekerja Pada Perusahaan Di Wilayah DKI Jakarta. Bahkan dalam Perda No. 6 Tahun
2004 yang juga mencabut Perda No. 7 Tahun 1989 –walaupun secara umum isi Perda
No. 6 Tahun 2004 membingungkan karena banyak meng-copy paste ketentuan yang ada
dalam UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan-- tidak ada lagi kewajiban
perusahaan untuk ikut program AKDHK (Lihat Tabel 1).
Dalam Perda No. 6 Tahun 2004 tersebut memang ada disinggung mengenai jaminan
sosial, dimana dalam Pasal 63 ayat (1) dinyatakan bahwa,”Setiap pekerja/buruh dan
keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja.” Lebih lanjut dalam
ayat 2 disebutkan,”Jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
meliputi jaminan sosial dalam hubungan kerja dan jaminan sosial di luar hubungan kerja.”
Dalam penjelasan Pasal tersebut dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan jaminan
sosial di luar hubungan kerja adalah jaminan atas resiko yang terjadi bagi tenaga kerja
yang bekerja di sektor informal, antara lain pramuwisma. Hal ini juga ditegaskan dalam
Pasal 64 ayat (3) yang menyatakan;” Jaminan Sosial diluar hubungan kerja merupakan
jaminan sosial bagi tenaga kerja yang bekerja di sektor informal.”
Pasal 64 ayat (2) menyebutkan jaminan sosial dalam hubungan kerja meliputi; a. untuk
waktu tertentu yang terdiri dari jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kemarian, b. untuk
waktu tertentu terdiri dari jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian dan jaminan
pemeliharaan kesehatan, c. untuk di luar jam kerja terdiri dari jaminan kecelakaan diri dan
jaminan kematian. Tidak ada keterangan lebih lanjut mengenai jaminan sosial dalam
hubungan kerja tersebut, terutama untuk sub di luar jam kerja. Apakah ini sama dengan
dengan program AKDHK? Jika kita telaah dari aturan yang lama, AKDHK hanya
mengcover Jaminan Kecelakaan (Pasal 9 Keputusan Gubernur No. 2 Tahun 1990 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Asuransi Kecelakaan Pekerja Diluar Jam Kerja dan Hubungan
Kerja), sedangkan Jaminan Sosial Dalam Hubungan Kerja-sub Di Luar Jam Kerja
sebagaimana diamanatkan dalam Perda No. 6 tahun 2004 tersebut mengcover Jaminan
Kecelakaan Diri dan Jaminan Kematian. AKDHK merupakan asuransi di luar jam kerja dan
hubungan kerja, sedangkan dalam Perda No. 6 Tahun 2004 ditegaskan jaminan sosial
diluar hubungan kerja ditujukan hanya untuk tenaga kerja yang bekerja di sektor informal.
Dari situ kita dapat menyimpulkan bahwa ada perbedaan substansi antara AKDHK
dengan sistem jaminan sosial yang diatur dalam Perda yang baru itu. (Lihat Tabel 2).
Apabila kemudian ada pihak yang menafsirkan atau menyatakan bahwa pengaturan
jaminan sosial dalam hubungan kerja-sub di luar jam kerja merupakan kelanjutan dari
AKDHK termasuk sanksi pidana pelanggarannya, maka pernyataan tersebut patut
dipertanyakan. Pertama karena Perda tersebut secara tegas tidak mewajibkan
perusahaan untuk ikut AKDHK (Lihat Pasal 48 Perda No. 6 Tahun 2004). Kedua karena
apabila kemudian dianggap terjadi “pelanggaran” terhadap ketentuan mengenai jaminan
sosial dalam hubungan kerja-sub di luar jam kerja, yang mungkin ditafsirkan sebagai
pengganti ketentuan AKDHK (Pasal 64 ayat 2 Perda No. 6 Tahun 2004), maka
”pelanggaran” terhadap ketentuan tersebut bukan merupakan tindak pidana (Lihat Pasal
71 Perda No. 6 Tahun 2004).
Lantas bagaimana jika ada pihak yang menyatakan bahwa pelaksanaan AKDHK
berlandaskan ketentuan Peralihan, dimana dalam Pasal 75 ayat (3) Perda No. 6 tahun
2004 dinyatakan; Selama belum ditetapkan peraturan pelaksanaan berdasarkan
Peraturan Daerah ini maka semua peraturan pelaksanaan yang ada tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini.” Secara tegas kita bisa
menjawab bahwa dalam hal penyelenggaraan fasilitas kesejahteraan pekerja, Perda No. 7
Tahun 1989 mewajibkan adanya AKDHK sedangkan Perda No. 6 Tahun 2004 tidak
mewajibkan (Pasal 3 Perda No. 7 Tahun 1989 versus Pasal 48 Perda 6 Tahun 2004). Dari
ketentuan tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa ada pertentangan, dan tentu saja
yang berlaku adalah peraturan yang baru, yakni Perda No. 6 tahun 2004. Lha kalau
masih ngeyel ? Jangan mau diperas! Manfaatkan APINDO!
Jakarta, 20 Oktober 2005
B. Marojahan Suryanto Sinurat
Kepala Urusan Informasi Dan Pelayanan Anggota
TABEL I
PERBANDINGAN PENGATURAN
MENGENAI FASILITAS KESEJAHTERAAN
ANTARA PERDA NO 7 TAHUN 1989 DENGAN PERDA NO. 6 TAHUN 2004
Perda No 7 Tahun 1989 Perda No 6 Tahun 2004
Pasal 2
Setiap Perusahaan yang berkedudukan di wilayah
Daerah Khusus Ibukota Jakarta wajib menyelenggarakan
kesejahteraan pekerja
Pasal 48 (1)
Setiap Perusahaan wajib menyelenggarakan atau
menyediakan fasilitas kesejahteraan pekerja/buruh
Pasal 3
Untuk menciptakan kesejahteraan pekerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2, Perusahaan wajib
menyelenggarakan atau menyediakan fasilitas sebagai
berikut:
a. pelayanan kesehatan;
b. peribadatan;
c. pakaian seragam kerja;
d. ruang makan/kantin;
e. olah raga;
f. hiburan/rekreasi;
g. angkutan;
h. pemondokan
i. perumahan;
j. balai peristirahatan;
k. balai pertemuan;
l. tempat penitipan anak-anak/bayi;
m. asuransi di luar jam kerja dan hubungan kerja
n. koperasi
o. pendidikan umum dan pemberantasan buta aksara;
p. usaha kesejahteraan lainnya
Pasal 48 (2)
Untuk menyelenggarakan fasilitas kesejahteraan
pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
perusahaan wajib menyediakan sebagai berikut:
a. pelayanan keluarga berencana
b. tempat penitipan bayi
c. perumahan pekerja/buruh
d. fasilitas beribadah
e. fasilitas olahraga
f. fasilitas kantin
g. fasilitas kesehatan
h. fasilitas rekreasi
i. fasilitas istirahat
j. koperasi
k. angkutan
Pasal 4
Pelaksanaan atas penyelenggaraan kesejahteraan
pekerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah
(NOTE: AKDHK diatur lebih lanjut oleh Keputusan
Gubernur DKI Jakarta No.2/1990 tentang Petunjuk
Pelaksanaan (Juklak) Program Asuransi Kecelakaan Diri
Di Luar Jam Kerja dan Hubungan Kerja)
Pasal 48 (3)
Prosedur dan tatacara penyelenggaraan fasilitas
kesejahteraan pekerja/buruh sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), ditetapkan dengan Keputusan Gubernur
Pasal 20 (1)
Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Pasal 3, Pasal 9
dan Pasal 19 Peraturan Daerah ini diancam dengan
pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau
denda sebanyak-banyaknya Rp. 50.000,00 (lima puluh
ribu rupiah)
Pasal 71 (1)
Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4), Pasal 15 ayat (1),
Pasal 16 ayat (4), ayat (5) dan ayat (6), Pasal 20 ayat (2),
Pasal 22 ayat (1), Pasal 28 ayat (1) huruf c dan d, Pasal
32 ayat (7), Pasal 36 ayat (3), Pasal 38 ayat (1), Pasal 48
ayat (1), Pasal 50 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 54 ayat (1)
diancam kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda
sebanyak-banyaknya Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah)
NOTE: Ketentuan mengenai Jaminan Sosial baik dalam
hubungan kerja ataupun di luar hubungan kerja
diatur dalam Pasal 63-Pasal 65
TABEL 2
PERBANDINGAN ANTARA
ASURANSI KECELAKAAN DI LUAR JAM KERJA DAN HUBUNGAN KERJA (PERDA
NO 7 TAHUN 1989 Jo Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.2/1990) DENGAN
JAMINAN SOSIAL DALAM HUBUNGAN KERJA DAN DI LUAR HUBUNGAN KERJA
(PERDA NO. 6 TAHUN 2004)
AKDHK
(Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.2/1990
tentang Petunjuk Pelaksanaan Program
Asuransi Kecelakaan Diri Di Luar Jam Kerja
dan Hubungan Kerja)
JAMINAN SOSIAL
(PERDA No. 6 Tahun 2004 tentang
Ketenagakerjaan)
Pasal 2
(1) Setiap perusahaan di Wilayah DKI Jakarta seperti
dimaksud dalam Peraturan Nomor 7 Tahun 1989,
wajib menyelenggarakan program asuransi
kecelakaan diri di luar jam kerja bagi pekerjanya
(2) Setiap pekerja pada peruahaan dimaksud pada ayat
(1) pasal ini wajib dipertanggungkan dalam program
asuransi kecelakaan diri di luar jam kerja dan
hubungan kerja sebagai tertanggung.
Pasal 63
(1) Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk
memperoleh jaminan sosial tenaga kerja
(2) Jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), meliputi jaminan sosial dalam hubungan
kerja dan jaminan sosial di luar hubungan kerja
PENJELASAN: Yang dimaksud dengan jaminan sosial
di luar hubungan kerja adalah jaminan atas resiko kerja
yang terjadi bagi tenaga kerja yang bekerja di sektor
informal, antara lain pramuwisma.
Pasal 9
(1) Setiap pekerja peserta program asuransi
sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 yang tertimpa
kecelakaan diri di luar jam kerja dan hubungan kerja
berhak menerima jaminan kecelakaan.
(2) Jaminan kecelakaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) pasal ini meliputi:
a. Tunjangan sementara tidak mampu bekerja
b. Tunjangan cacat tetap;
c. Tunjangan kematian;
d. Penggantian alat bantu;
e. Penggantian gigi palsu dan kaca mata yang
besarnya ditetapkan sebagaimana termuat dalam
daftar jaminan kecelakaan terlampir
Pasal 64
(1) Jaminan sosial dalam hubungan kerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2), meliputi waktu
tertentu dan waktu tidak tertentu serta diluar jam kerja
(2) Jaminan sosial dalam hubungan kerja:
a. untuk waktu tertentu terdiri dari jaminan kecelekaan
kerja dan jaminan kematian
b. untuk waktu tidak tertentu terdiri dari jaminan
kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari
tua dan jaminan pemeliharaan kesehatan
c. untuk di luar jam kerja terdiri dari jaminan
kecelakaan diri dan jaminan kematian.
PENJELASAN: Jaminan kecelakaan diri adalah
jaminan atas peristiwa yang terjadi secara tiba-toba,
tidak terduga sebelumnya, datang dari luar diri
tertanggung, bersifat kekerasan, tidak dikehendaki
dan tidak ada unsur-unsur kesengajaan dalam
peristiwa itu serta terjadi diluar jam kerja dan
hubungan kerja.
(3) Jaminan Sosial di luar hubungan kerja merupakan
jaminan sosial bagi tenaga kerja di sektor informal

Premi Asuransi Pentingkah untuk tepat waktu

प्रेमी TEPAT WAKTU
Mengapa membayar premi asuransi tepat waktu itu penting?
Membayar premi tepat waktu memiliki sejumlah manfaat yang penting untuk perlindungan
asuransi dan investasi Anda:
• Memastikan nilai tunai hasil investasi polis Anda akan bertambah dari waktu ke waktu.
• Mengatasi berbagai risiko yang mungkin terjadi selama masa perencanaan keuangan
Anda, karena semua biaya asuransi dan administrasi akan selalu terbayar tepat waktu.
• Tujuan jangka panjang keuangan yang sudah Anda rencanakan dapat terwujud di
masa yang akan datang.
Bagaimana kalau nasabah untuk sementara tidak dapat membayar premi?
Kami menyediakan beberapa pilihan yang dapat Anda tempuh apabila untuk sementara
waktu Anda tidak dapat membayar premi, dikarenakan kondisi darurat misalnya
kehilangan pekerjaan, butuh biaya pengobatan yang besar, sehingga tidak ada dana.
Pada kondisi darurat sementara tersebut, kami memberikan beberapa pilihan yang
dapat membantu Anda terus mendapatkan manfaat asuransi:
• Mengurangi besarnya jumlah premi. Walaupun jumlah uang pertanggungan turun
dan manfaat asuransi dasar berkurang namun manfaat proteksi tetap berjalan.
• Mengurangi manfaat asuransi tambahan
• Mengajukan permohonan untuk Cuti Premi.
Sekilas mengenai Cuti Premi
Cuti Premi adalah salah satu fitur dalam polis Anda di mana Anda dapat sementara
berhenti membayar premi, sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang berlaku,
seperti antara lain, usia polis Anda sudah di atas 2 (dua) tahun, dan Anda telah secara
konsisten membayar seluruh premi pada periode dua tahun tersebut, serta polis Anda
memiliki nilai tunai yang cukup untuk membayar biaya asuransi dan administrasi.
Penting untuk diingat:
Keterlambatan dalam membayar premi dapat menjadi salah satu penyebab pengajuan klaim ditolak.
Usahakanlah untuk selalu membayar premi tepat waktu agar nilai tunai Anda terus bertambah, dan
perlindungan asuransi terus berjalan.
PT Prudential Life Assurance
Yang perlu diperhatikan saat mengambil Cuti Premi
Cuti Premi sebaiknya hanya diambil dalam kondisi darurat dan dalam periode waktu
yang tidak panjang, karena penggunaan Cuti Premi dalam waktu lama akan
mengakibatkan nilai tunai habis dan polis menjadi batal. Apabila ini terjadi dan Anda
ingin melanjutkan kembali perlindungan asuransi:
• Anda harus melewati rangkaian proses underwriting ulang, di mana ada kemungkinan
permohonan Anda ditolak, atau dikenakan premi tambahan, misalnya karena
kondisi kesehatan Anda sudah berubah.
• Anda harus melewati masa tunggu asuransi baru di mana Anda belum terlindungi
dari risiko pada masa tunggu tersebut.
• Anda kehilangan kesempatan mendapatkan bunga atas investasi Anda yang lalu
dan harus memulai menabung kembali untuk menambah nilai tunai Anda.
Bagaimana Perusahaan membantu mengingatkan nasabah agar membayar
premi tepat waktu?
Untuk membantu Anda agar tetap membayar premi tepat waktu, kami mengirimkan
beberapa surat pemberitahuan kepada Anda:
• Surat pemberitahuan pembayaran premi *)
a. Surat pertama kami kirimkan kepada Anda 25 hari sebelum tanggal jatuh
tempo pembayaran premi polis Anda.
b. Apabila kami belum menerima pembayaran premi dari Anda selepas tanggal
jatuh tempo, maka kami akan mengirimkan Surat Pemberitahuan Premi ke-2
kepada Anda 20 hari setelah tanggal jatuh tempo pembayaran premi.
• Surat pemberitahuan 45 hari setelah tanggal jatuh tempo
- Polis berusia di atas 2 tahun dengan nilai tunai yang mencukupi untuk membayar
biaya asuransi dan administrasi bulanan akan mendapatkan Surat Berakhirnya
Masa Leluasa (Grace Period) Pembayaran Premi.
- Polis berusia di atas 2 tahun yang tidak memiliki nilai tunai sudah dalam status
batal (lapse) dan akan mendapatkan Surat Pemberitahuan Lapse.
- Polis berusia di bawah 2 tahun sudah dalam status lapse dan akan mendapatkan
Surat Pemberitahuan Lapse.
Penting untuk diingat:
1. Anda sebaiknya tetap memonitor sisa nilai tunai yang tersedia, agar polis tetap berlaku dan
perlindungan asuransi tetap berjalan dengan cara melanjutkan pembayaran premi.
2. Pada masa Cuti Premi, semua manfaat dan perlindungan asuransi tetap berlaku selama nilai tunai
masih mencukupi untuk membayar biaya asuransi dan administrasi.
3. Segeralah melakukan pembayaran premi kembali untuk meneruskan manfaat asuransi dan
menambah nilai tunai Anda sebelum nilai tunai Anda habis.
4. Pengajuan permohonan untuk melanjutkan pembayaran premi setelah periode Cuti Premi adalah
melalui Formulir Perubahan Polis Minor yang dapat dapat diperoleh dari Sales Representative Anda
dan website www.prudential.co.id.
*) Kecuali pembayaran premi melalui kartu kredit atau autodebit Bank Permata.
Keterangan:
a. Surat Pemberitahuan Pembayaran Premi ke-1
b. Surat Pemberitahuan Pembayaran Premi ke-2
c. - Surat Pemberitahuan Berakhirnya Masa Leluasa Pembayaran Premi
untuk polis yang berusia di atas 2 tahun dan masih memiliki nilai tunai.
- Surat Pemberitahuan Lapse untuk polis yang tidak memiliki nilai tunai.
Jadwal Pengiriman Surat Pemberitahuan
Penting untuk diingat:
1. Surat-surat tersebut di atas kami kirimkan lewat pos ke alamat surat-menyurat Anda. Pastikan Anda
membuka dan membaca dengan seksama surat-surat yang Anda terima dari Prudential Indonesia.
2. Apabila Anda merasa tidak menerima surat pemberitahuan sesuai dengan periode pengirimannya,
atau apabila ada perubahan alamat surat menyurat, atau Anda pindah tempat tinggal, mohon
informasikan segera pada Sales Representative Anda atau Customer Relations Officer kami.
• Surat pemberitahuan akan habisnya nilai tunai
Setelah masa leluasa pembayaran premi terlewati dan nilai tunai hampir habis,
surat ini kami kirimkan untuk menginformasikan:
a. Nilai tunai polis Anda sudah hampir tidak mencukupi untuk membayar biaya
asuransi dan administrasi.
b. Apabila Anda masih ingin mendapatkan perlindungan dan manfaat asuransi,
maka ada dua alternatif yang dapat Anda pilih:
1. Membayar total jumlah premi yang belum terbayarkan, atau
2. Menggunakan fitur Cuti Premi untuk periode premi yang belum terbayarkan
dan membayar premi untuk jatuh tempo berikutnya.
Membayar premi asuransi tepat waktu menjamin kelangsungan
manfaat asuransi dan membantu mewujudkan tujuan keuangan
jangka panjang Anda.